Infrastruktur Memadai Bikin Orang Betah di Desa, Cari ART Bakal Makin Sulit
Beritaterkini99- Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyebutkan, ada transformasi struktural ekonomi akan menimbulkan pergeseran dari sektor tradisional ke modern.
Salah satu sektor yang mengalami peralihan tersebut adalah pertanian. Saat ini pemerintah sudah mulai banyak melakukan program modernisasi sektor pertanian melalui Kementerian Desa. Salah satunya melalui program clustering.
“Ini harus diikuti bagaimana mengorganisasikan pertanian, salah satunya clustering. Masyarakat kerjanya harus cluster. Mendes sudah mulai satu desa satu komoditi unggulan,” kata Menko Darmin dalam sebuah acara seminar nasional di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (5/12/2018).
Jika program clustering tersebut sudah terwujud sepenuhnya, kesejahteraan warga desa akan semakin meningkat dibanding bercocok tanam sendiri.
Selain itu, sektor pertanian tak akan lagi hanya fokus pada menanam padi. Namun, menanam komoditas lain bahkan bisa ditambah dengan kegiatan usaha ternak.
“Kalau dia sudah clustering satu desa katakan 1 hektar tanahnya, penduduknya 80 kepala keluarga, mereka organisir dirinya dengan kerja sama, tidak semua untuk padi (lahannya), sebagian kolam ikan ternak, dengan begitu orang bisa milih tanaman apa yang cocok di daerahnya,” ujar dia.
Kendati demikian, hal tersebut harus pula diimbangi oleh pembangunan infrastruktur. Pemerataan pembangunan hingga ke desa sangat penting dalam hal ini.
“Intinya pembangunan infrastruktur akan buka ruang kegiatan yang ditransformasi dari kegiatan lama. Kalau tadinya tanam padi sekarang bisa pilih karena ada infrastruktur, pilihan nya bisa cabai, jagung, macam macam,” ujar dia.
Selain itu, pemerintah daerah juga diharapkan dapat membuat gebrakan-gebrakan baru untuk mendorong logistik petani. Misalnya dengan membangun pasar induk dengan daya tampung yang besar. Jadi harga yang diterima langsung oleh petani akan rasional.
Jika semua dapat terwujud, Darmin menegaskan orang-orang akan menjadi betah di desa dan tidak lagi merantau ke kota. Apalagi jika tanpa keterampilan mumpuni.
“Sehingga tranformasinya tidak selalu orang pindah dari desa ke kota. Tapi dari yang tadinya tanam padi, jagung, sekarang bisa tanam yang lain tapi hasilnya lebih banyak apalagi kalau kerjakannya secara cluster. Yang mau saya sampaikan suplai side lebih mudah dikendalikan arus orangnya karena ada tawaran hidup di desa bisa lebih baik,” ujarnya.
Dengan demikian, dipastikan ke depannya akan sangat sulit menemukan tenaga kerja sebagai asisten rumah tangga atau pembantu yang berasa dari desa. Sebab di desa pun hidup mereka sudah sejahtera dengan bertambahnya pilihan untuk bertani.
“Anda cari pembantu (asisten rumah tangga/ART-red) makin lama makin susah. Sopir lama – lama yang pergi keluar (dari desa) tidak banyak karena di sini (desa) hasilnya akan lebih baik. Pilihannya sehingga keluar desa lebih tinggi sedikit income-nya, tapi risiko ketidakpastian nya lebih banyak. Sehingga transformasi ekonomi bisa terjadi tanpa perpindahan penduduk besar – besar,” ujar dia.
Area Persawahan Berpotensi Terus Berkurang
Sebelumnya, tiap tahun area persawahan diprediksikan terus berkurang. Bahkan, diperkirakan tahun depan lahan sawah di Indonesia bisa berkurang lagi sampai 1,4 juta hektare.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menilai untuk mencegah pengurangan lahan tidak bisa hanya dilawan dengan program cetak sawah semata.
“Ini saja yang dari hasil terbaru 2018 itu kan 7,1 juta hektare ya dari citra satelit. Tapi ke depannya diprediksi bisa berkurang lagi sampai 20 persen,” ungkap Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Pertanian Kementerian ATR/BPN, Vevin S Ardiwijaya, seperti mengutip Antara, Rabu 5 Desember 2018.
Pengurangan yang cukup signifikan tersebut dikarenakan dari hasil verifikasi langsung di lapangan yang menemukan jika banyak lahan sawah yang ternyata sudah memiliki izin alih fungsi. Ada yang berubah menjadi mal, ada yang menjadi bangunan lain.
“Idealnya memang tiap tahun dicek terus. Alih fungsi ini kan kencang sekali untuk lahan pertanian,” tutur dia.
Ke depan, Kementerian ATR/BPN tengah fokus menggarap rancangan peraturan presiden guna mempersulit alih fungsi lahan.
Pertama, untuk bisa efektif berproduksi, cetak sawah memerlukan waktu yang sangat lama. Di mana lahan sawah baru tersebut diperkirakan baru bisa berfungsi dalam jangka waktu 5-10 tahun ke depan.
“Jadi, tidak bisa buka sawah terus langsung bisa produksi 2 3 kali setahun. Waktunya lama itu untuk lahan baru bisa sampai 5 10 tahun,” imbuh dia.
Sementara itu, Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS, Hermanto bin Ashari Prawito menyebutkan, berkurangnya luas baku lahan pertanian sejatinya telah terkonfirmasi dari data yang sudah dirilis pemerintah.
Data yang didapat juga menggunakan citra satelit, menyimpulkan berkurangnya areal persawahan. Diharapkan, tidak ada pihak yang menggunakan data, diluar data nasional tersebut.
“Iya, bisa dilihat. Artinya pertahun ada sekitar 120 hektar (lahan pertanian yang hilang). Itu bisa dilihat dari data nasional,” ujar Hermanto.
Berdasarkan pemotretan terakhir luas lahan baku sawah Indonesia turun menjadi 7,1 juta hektare saat ini, dari 7,75 juta hektare pada 2013.
“Ya tentu saja ada (pengaruhnya) kalau ditanya. Tapi secara keseluruhan tentu lebih dari itu (penyebab peningkatan penggangguran desa),” ujar Menko Darmin di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa 6 November 2018.
Darmin melanjutkan, pemerintah terus mengoptimalkan pengalokasian dana desa untuk mengurangi pengangguran. Dana ini diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja melalui pembangunan infrastruktur di desa.
“Sebetulnya adanya dana desa itu memang memperbaiki banyak hal dan memberikan pekerjaan,” ujar dia
Meski demikian, Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut mengakui, manfaat dana desa tidak bisa dirasakan secara instan.
“Walaupun karena bekerjanya melalui infrastruktur dampaknya itu tidak instan. Dampaknya itu perlu waktu ya tergantung juga nanti infrastruktur apalagi yang dikembangkan ya,” kata dia.