Es Batu Bikin Kualitas Ikan Jadi Tak Segar Ternyata Keliru
beritaterkinni99- Dulu ada anggapan yang beredar di masyarakat, kualitas ikan jelek karena ikan disimpan dengan menggunakan es batu. Anggapan yang beredar disebabkan pada waktu nelayan melaut, ikan hasil tangkapan tidak segera disimpan dalam balok es. Di kapal atau perahu, nelayan tidak membawa balok es.
Penggunaan es batu baru dilakukan saat nelayan tiba di pantai dan turun dari perahu. Es batu ini membuat ikan tampak lebih segar. Perilaku nelayan inilah yang memunculkan persepsi, ikan tampak segar disimpan dalam es, yang membuat masyarakat jadi berpikir bahwa ikan sebenarnya sudah rusak (kualitasnya jelek).
Direktur Pemasaran Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia, Machmud menceritakan, masih ada masyarakat yang tidak menggunakan es untuk menyimpan ikan hasil tangkapan. Contohnya di Pacitan, Jawa Timur.
Ketika ditanya, ‘kenapa tidak menggunakan es?’, mereka menjawab, ‘kalau pakai es batu, pembeli tidak datang karena ikannya sudah tidak segar’. Padahal, itu tidak benar.
Es batu justru mempertahankan dan menjaga ikan tetap segar, bukan mengubah kualitas ikan jadi jelek.
“Image (anggapan, persepsi) masyarakat harus diubah lagi. Es batu itu digunakan dari ikan sudah ditangkap sampai ikan masuk pasar dan siap dipasarkan,” jelas Machmud usai acara diskusi di Kementerian Kesehatan, Jakarta pada Kamis, 11 Oktober 2018.
Satu cara mempertahankan kualitas ikan adalah es batu. Es batu dapat diterapkan saat nelayan menangkap ikan di kapal atau perahu. Ketika ikan diturunkan dari kapal atau perahu, ikan harus tetap disimpan menggunakan es. Pun begitu saat ikan didistribusikan ke berbagai tempat, seperti supermarket. Ikan disimpan dalam es.
Jika harus menyimpan ikan dalam keranjang, maka harus dilengkapi dengan es batu. Tidak boleh di keranjang tanpa ada es batu. Dalam hal ini, penyimpanan ikan dengan menggunakan es batu dikenal proses sistem rantai dingin (cold chain system). Adanya proses rantai dingin untuk menjaga kualitas dan kesegaran ikan. Penanganan rantai dingin tepat dilakukan mulai ikan ditangkap dari laut sampai ikan siap tersedia untuk dibeli masyarakat.
Cegah ikan jadi rusak
Sistem rantai dingin ikan menggunakan es batu juga dipengaruhi atas lamanya waktu nelayan di laut. Untuk memastikan kesegaran ikan, nelayan perlu menggunakan es batu. Penyimpanan ikan dalam es batu membuat ikan tetap segar setidaknya selama kurang dari dua minggu. Penelitan menemukan, ikan yang ditangkap di perairan tropis dapat tetap dikonsumsi aman bahkan untuk periode yang lebih lama ketika disimpan pada suhu dingin.
Pembekuan cepat dan penyimpanan dingin adalah cara terbaik agar ikan tidak rusak. Saat ikan baru ditangkap, ikan harus dibekukan dengan cepat dan disimpan pada suhu rendah di atas kapal. Nelayan yang menggunakan perahu atau kapal penangkap ikan bisa aman dan tetap berada di daerah penangkapan ikan sampai ikan yang dikumpulkan penuh.
Berdasarkan laporan Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, ikan yang telah dibekukan di laut memiliki kualitas yang sangat baik ketika mendarat di pantai. Ini meningkatkan ekonomi penangkapan ikan dan memungkinkan ikan didistribusikan ke pasar yang lebih luas. Kualitas ikan baik saat sampai di lokasi distribusi.
“Ikan punya protein tinggi, terlebih lagi ikan laut. Tapi saat musim tertentu, ikan bisa langka. Nelayan mungkin akan lebih lama di laut untuk mencari ikan lebih banyak. Dengan penyimpanan rantai dingin (menggunakan es), ikan tetap terjamin baik (ketika mendarat),” lanjut Machmud.
Pembekuan di laut berperan penting bagi sektor perikanan di dunia. Hanya pembekuan cepat dan penyimpanan suhu rendah menggunakan es yang sejauh ini memenuhi kebutuhan masyarakat agar kualitas ikan terjaga. Masyarakat dapat mengonsumsi ikan dengan aman.
Atasi kehilangan protein hewani
Selain mencegah ikan rusak, penanganan dan penyimpanan ikan menggunakan es batu juga bertujuan menekan nilai susut hasil pasca panen perikanan (fish losses). Susut pasca panen perikanan adalah keseluruhan nilai kerugian pasca panen hasil perikanan akibat terjadinya kerusakan fisik dan kemunduran mutu ikan. Ini terjadi mulai saat ikan ditangkap sampai ke tangan konsumen.
“Susut pasca panen ikan bisa dilihat dari susut volume (physical volume). Susut volume artinya ikan tercecer dan terbuang. Ini mungkin cara menangkap tidak benar. Misal, pakai jaring trawls. Jaring trawls sudah tidak boleh digunakan karena jarring itu mengangkut semua ikan, bahkan ikan-ikan kecil ikut terangkut,” Machmud melanjutkan.
Kalau ikan kecilnya terangkut, ikan kecil akan dibuang (dilepas) lagi ke laut. Volume tangkapan pun berkurang. Ada juga susut mutu (quality losses) berkaitan dengan penanganan dan penyimpanan ikan. Setelah ikan ditangkap tidak boleh dibiarkan tergeletak begitu saja di kapal atau perahu. Ikan harus disimpan dalam es batu. Cara menaruh di dalam es batu harus benar dengan berlapis-lapis. Es batu-ikan-es batu-ikan. Penempatan tidak boleh ditumpuk. Kalau menumpuk seenaknya ikan bisa hancur.
“Kalau ikannya hancur harus dibuang juga. Artinya, volume hilang, mutunya juga hilang. Penanganan yang benar, ikan pas diturunkan dari kapal harus tetap dalam keadaan tertutup. Jangan sampai kena matahari. Kalau kena matahari, ikan harus dimasukin ke kotak pendingin (cold box). Mobil juga berpendingin,” tambah Machmud.
Adanya kerugian pasca panen ikan berujung pada kehilangan pemenuhan protein hewani. Pemenuhan protein hewani dari ikan akan berkurang. Berdasarkan data Dalberg tahun 2017, Indonesia menderita kerugian pasca panen ikan segar mencapai 25 persen atau 75.000-125.000 setiap tahun. Jika kerugian pasca panen dihitung menjadi protein hewani yang hilang, maka masyarakat Indonesia kehilangan protein sebesar 16.500-27.500 ton per tahun. Padahal, protein hewani dari ikan sebesar itu seharusnya mampu memenuhi ketercukupan nutrisi 2,7-4,4 juta anak.
Mesin pembuat es dan tol laut
Untuk menangani susut hasil pasca panen perikanan dan mencegah kehilangan protein hewani dari ikan, penggunaan es batu terhadap penyimpanan ikan perlu diperhatikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan punya program pemberian mesin pembuat es. Mesin pembuat es ini dibagikan kepada penjual dipasar-pasar, khususnya pasar tradisional dan nelayan. Mereka diarahkan menggunakan es agar kualitas ikan terjamin baik saat dibeli masyarakat.
“Dengan adanya mesin pembuat es, dalam waktu kurang dari 8 menit, es batunya sudah jadi. Saat nelayan melaut, mereka bisa menyimpan ikan menggunakan es. Dalam waktu 7 hari, es batu yang dibuat dari mesin pembuat es tidak akan mencair, tapi penyimpanannya harus benar,” Machmud memaparkan.
Masyarakat masih banyak berpendapat es curah gampang meleleh. Ini karena menyimpannya salah. Yang benar, setelah es batu dibuat di mesin pembuat es, kemudian es dimasukkan ke cold box khusus es. Es di dalam cold box bisa langsung dibawa nelayan ke laut. Ketika es akan digunakan, es dapat dikeluarkan. Hingga sekarang Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah membagikan sekitar 335 unit mesin pembuat es.
“Es batu itu satu-satunya cara mempertahankan mutu ikan hasil tangkap. Pemanfaan mesin pembuat es bagus kualitasnya sehingga bisa dipertahankan,” ujar Machmud.
Tak hanya mesin pembuat es, keterjaminan ikan hasil tangkap berkualitas juga dipengaruhi kehadiran tol laut. Tol laut mengangkut barang dari area barat ke timur dan sebaliknya. Ini juga bisa mengangkut komoditas hasil sumber daya alam di wilayah timur ke ke barat yang menjadi tujuan pemasaran.
Untuk ikan yang didatangkan dari timur ke barat masih mahal harganya. Berkat adanya tol laut harga ikan bisa lebih murah dan kualitas ikan terjamin baik. Hal ini juga menekan harga ikan sehingga masyarakat dapat membeli ikan dengan harga murah dan terjangkau. Pemenuhan protein hewani tercukupi.