Ini Alasan BI Naikkan Lagi Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%
beritaterkini99 – Sepanjang 2018, Bank Indonesia (BI) sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 150 basis poin (bps) atau 1,5%. Artinya, BI 7 days reverse repo rate saat ini sebesar 5,75%.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bank sentral memiliki alasan ketika mengubah tingkat bunga acuan. Misalnya, BI juga memperhatikan normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS).
“Kami sudah mempertimbangkan probabilitas kenaikan bunga Fed Fund Rate (FFR) setelah kemarin naik masih ada lagi rencana kenaikan tahun ini, tahun depan dan tahun depannya lagi,” kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (27/9/2018).
Dia menjelaskan, BI terus memantau pergerakan normalisasi tersebut. Memang, Amerika Serikat akan melakukan normalisasi tergantung dengan data dependen yang dikeluarkan.
“Berdasarkan asesmen kami, kemungkinan FFR akan naik lagi pada Desember, tiga kali lagi tahun depan dan dua kali pada 2020,” jelas dia.
Kemudian, BI juga memantau dari faktor eksternal seperti seberapa jauh stimulus fiskal dari AS untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan inflasi di AS. Hal ini akan mempengaruhi probabilitas kenaikan FFR.
Selain itu ketegangan perdagangan antara AS dan China juga turut mempengaruhi pantauan BI untuk ekonomi eksternal.
Perry mengungkapkan, kondisi tersebut turut mempengaruhi perilaku investor global.
“Ini juga akan mempengaruhi pembalikan arus modal asing dari negara emerging market,” jelas dia.
Namun menurut Perry, di dalam negeri ini investor global sudah melakukan respon dan melakukan antisipasi untuk kondisi-kondisi yang dipengaruhi faktor eksternal.
“Ini memang dipengaruhi oleh satu kebijakan moneter kita yang preemtive dan prudent, selain itu pemerintah juga serius dan konkret untuk menurunkan defisit transaksi berjalan,” imbuh dia.
Selain bunga acuan, BI juga menaikkan bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50%.
Keseriusan dan langkah-langkah konkret Pemerintah bersama Bank Indonesia untuk mendorong ekspor dan menurunkan impor diyakini akan berdampak positif dalam menurunkan defisit transaksi berjalan khususnya pada 2019 sehingga diprakirakan akan menjadi sekitar 2,5% PDB.
Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal.
“Ke depan, Bank Indonesia akan mencermati perkembangan perekonomian seperti defisit transaksi berjalan, nilai tukar, stabilitas sistem keuangan, dan inflasi untuk menempuh langkah lanjutan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujar Perry.