EKONOMI 

Aduan Skandal Seks, Pejabat Dewas BPJS TK Dinonaktifkan dari Ketua Komite Anggaran

Beritaterkini99- Seorang pegawai kontrak di Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Dewas BPJS Ketenagakerjaan) mengaku menjadi korban kekerasan seksual atasan tempat dia bekerja berinisial SAB.

Wanita berinisial RA ini sudah melaporkan kasus pelecehan seksual tersebut ke Dewan Pengawas, namun ia justru mendapatkan surat pemutusan hubungan kerja (PHK).

Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan, Irvansyah Utoh Banja menuturkan, persoalan antara RA dan SAB merupakan masalah pribadi.

Untuk itu agar keduanya fokus, Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan telah menonaktifkan RA dan SAB sebagai Ketua Komite Audit Anggaran dan Aktuaria.

“Dewas BPJS Ketenagakerjaan dengan kewenangannya yang dimilikinya menonaktifkan SAB sebagai Ketua Komite Audit Anggaran dan Aktuaria, begitu pula dengan RA sebagai staf Dewas. Keputusan itu diambil agar menjaga situasi tetap kondusif dan kedua belah pihak dapat fokus menyelesaikan permasalahan pribadinya,” kata Utoh saat dihubungi Beritatrekini99.com, Minggu (30/12/2018).

Sementara untuk posisi yang bersangkutan sebagai anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Utoh memastikan, hingga kini masih aktif. “Sebab, itu di luar wewenang Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan,” ungkap dia.

 

2 dari 2 halaman

Karyawati BPJS-TK Mengaku Alami Kejahatan Seksual dan Berujung PHK

Seorang pegawai kontrak di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) mengaku menjadi korban kekerasan seksual atasan tempat dia bekerja. Selain perlakuan tersebut, pegawai tersebut juga dipecat dari pekerjaannya.

Karyawati tersebut mulai bekerja sejak April 2016 dan langsung menjadi staf anggota salah satu Dewan Pengawas BPJS TK. Secara struktur organisasi, lembaga ini terpisah dari lingkup Direksi BPJS-TK.

Pengakuan eks karyawati BPJS-T berusia 27 tahun itu, bahwa dia mengalami kekerasan seksual sejak April 2016 atau pertama dia bekerja hingga November 2018.

“Saya menjadi korban empat kali tindakan pemaksaan hubungan seksual oleh oknum yang sama,” ujar perempuan tersebut dalam keterangan pers di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (28/12/2018).

Dia menuturkan, kejahatan seksual tersebut dialaminya di dalam dan luar kantor. Atasannya tersebut berulangkali merayu, memintanya untuk berciuman, hingga memaksa untuk melakukan hubungan badan.

“(Ada) Ancaman psikis. Psikis saya dibuat tidak nyaman, saya dimarah-marahi saya dibentak, saya dikucilkan oleh anggota Dewan Komite. (Ancaman) fisik yang bersangkutan (terduga pelaku) ingin melampar gelas ke saya dan sempat dibatalkan oleh teman saya disitu,” dia membeberkan.

Menurut dia, sejak pertama kali mengalami kekerasan seksual dirinya sudah melaporkan tindakan atasannya itu ke seorang Dewan Pengawas lainnya. Namun, ternyata para anggota Dewas tersebut tidak mengindahkan laporannya.

“Ternyata perlindungan tersebut tidak pernah diberikan sehingga saya terus menjadi korban pelecahan dan pemaksaan hubungan seksual,” ucapnya.

Kemudian, dia pun memberanikan diri melaporkan kejadian tersebut kepada Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjan, pada awal Desember 2018. Namun, lagi-lagi, apa yang diharapkannya itu jauh dari kata adil.

“Dewan Pengawas justru membela perilaku bejat itu. Hasil Rapat Dewan Pengawas pada 4 Desember justru memutuskan untuk mengeluarkan Perjanjian Bersama yang isinya mem-PHK saya,” terangnya.

Dia menuturkan, telah mengirimkan surat kepada Dewan Jaminan Sosial Negara (DJSN) yang memikiki kewenangan merekomendasian pemberhentian anggota Dewan Pengawas BPJS-TK kepada Presiden.

“Saya berdoa saya adalah perempuan terakhir yang menjadi korban kejahatan seksual di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan ataupun di tempat kerja manapun,” tandas dia.

Perjuangan eks karyawati BPJS TK itu pun tidak berhenti di situ. Dia memutuskan untuk melaporkan bekas atasannya itu ke kepoilisian.

“Kuasa hukum saya segera menangani pelaporan ini. Kkuasa hukum saya akan melaporkan kasus ini,” tegas dia.

Related posts