Pengambang Properti Yakin Bank Tak Dongkrak Bunga KPR
beritaterkini99- Pengembang properti PT Metropolitan Land Tbk (Metland) memperkirakan industri perbankan tidak akan menaikan suku bunga kredit perumahan terlalu tinggi meskipun Bank Indonesia (BI) telah beberapa kali mendorongkrak suku bunga acuan.
Direktur Metropolitan Land Olivia Surodjo mengatakan, memastikan bahwa dengan kenaikan suku bunga acuan BI maka industri perbankan juga bakal ikut menaikkan bunga kredit.
Namun, Olivia meyakinin bahwa bunga yang akan naik adalah bunga kredit konstruksi atau kredit kepada perusahaan. Sedangkan bunga kredit konsumer seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tidak akan naik.
“Suku bunga saya pikir memang naik. Tapi untuk suku bunga KPR rata-rata akan di hold,” kata Olivia, saat meluncurkanThe Riviera Tahap 3, di Jakarta, Rabu (18/10/2018).
Ia yakin karena sejauh ini saat bunga pinjaman lain mengalami kenaian, perbankan belum menaikan bungan KPR sebab mengejar portofolio. Dia memperkirakan kenaikan bunga KPR akan dilakukan tahun depan.
“Saat ini KPR belum naik karena bank mengejar portofolio mereka karena slow down, yang naik kredit lain, untuk KPR aman, mereka tahan suku bungan KPR,” tuturnya.
Bunga Acuan BI Terus Naik Bisa Picu Kredit Macet
Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan pada rapat yang berlangsung di akhir September 2018. Hal tersebut dinilai dapat memicu kredit macet atau Non Performing Loan (NPL).
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman mengatakan, dengan meningkatnya tingkat suku bunga acuan BI sebesar 25 basis poin dari 5,5 persen menjadi 5,75 persen, BI dan pemerintah mulai harus mengantisipasi peluang tumbuhnya kredit macet.
Dia menjelaskan, dengan kenaikan suku bunga acuan, bank-bank komersial akan menyesuaikan bunga pinjaman dan tabungannya.
“Tingginya bunga ini pada nantinya akan mendorong calon investor untuk berpikir dua kali sebelum melakukan pinjaman ke bank,” kata Ilman, pada 2 Oktober 2018.
Di sisi lain, apabila bunga tabungan bank komersial ikut naik, masyarakat akan lebih terdorong untuk menyimpan uangnya sehingga berperan dalam mengurangi tingkat konsumsi masyarakat dan pada akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi.
”Jika tingkat konsumsi lemah, pengusaha yang sedang melakukan pinjaman (debitur) akan semakin sulit untuk membayar piutang mengingat menurunnya permintaan. Sehingga pada akhirnya, tidak dapat dipungkiri potensi terjadinya kredit macet,” ujar Ilman.
Berdasarkan Statisitik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan, Non Performing Loan Indonesia pada periode Juni 2017 – Juni 2018 rata-rata berada di angka 2,85 persen. Bahkan dalam Semester I 2018, angka NPL terus menurun dari 2,86 persen pada Januari 2018 menuju 2,67 persen pada Juni 2018.
“Capaian ini menunjukkan bahwa kredit macet masih cukup terkendali dan patut dipertahankan di tengah ketidakpastian perekonomian global,” tutupnya.